Laporan Hasil Baca Buku
Akhlak Tasawuf
Drs. H. A. Mustofa

Faisal Abdul Aziz
KPI 1 C
111305100012
KATA PENGANTAR
Rasa syukur
patut penulis ucapkan karena rahmat Allah SWT yang begitu banyak sehingga laporan hasil baca buku ini dapat
penulis selesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya. Salawat serta salam tak
lupa kita berikan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menuntun kita menuju
zaman yang penuh dengan ilmu ini.
Berikut ini
merupakan laporan dari buku Akhlak Tasawuf karya Drs. H. A Mustofa yang telah
dibaca seluruhnya dan dipahami oleh penulis yang kemudian dituliskan dalam
bentuk yang lebih ringkas dan padat. Penulis menyadari bahwa laporan ini jauh
dari kata sempurna baik dari segi bentuk penyusunannya ataupun secara
keseluruhannya. Apabila terdapat salah penulisan dalam laporan ini, maka
penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya karena
penulis yang juga masih dalam tahap belajar.
Dengan
demikian, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada orang tua, kakak-kakak
senior, teman-teman dari kelas KPI 1 C,
dan semua pihak yang telah memberi dukungan dan terlibat dalam
terselesaikannya penulisan laporan ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih
untuk para pembaca yang telah mempelajari hasil penelitian ini. Semoga hasil penelitian ini dapat
memberikan manfaat yang baik untuk kita semua.
Jakarta, 4
November 2013
Penulis
PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Allah SWT telah menciptakan makhluk
yang sempurna yaitu manusia, mereka
diciptakan dengan akal pikiran yang digunakan untuk berpikir dan membedakan
mana yang benar, mana yang salah, mana yang harus dikerjakan dan mana yang
harus ditinggalkan. Berbeda dengan makhluk-makhluk lainnya seperti hewan yang
diciptakan tidak dengan akal, mereka hanya menggunakan nafsu untuk melakukan
sesuatu, dan juga tumbuhan yang tidak dapat bergerak secara aktif dalam
melangsungkan kehidupannya.
Seperti firman Allah dalam surat Al
Baqarah ayat 30 yang berarti “Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada
para malaikat, “Aku hendak menjadikan Khalifah di bumi.” Mereka berkata,
“Apakah engkau hendak menjadikan orang merusak dan menumpahkan darah di sana,
sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan dan menyucikan nama-Mu?” Dia berfirman,
“Sungguh Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” Dari wahyu tersebut,
dapat dipahami bahwa manusia merupakan makhluk yang diciptakan oleh Allah SWT
untuk menjadi seorang khalifah di muka bumi dan sebagai seorang khalifah,
tentunya mereka harus dibekali dengan perbuatan yang baik.
Ini adalah salah satu alasan penulis
meringkas buku ini sebagai acuan bagi penulis dan juga pembaca untuk memahami
makna akhlak yang sesungguhnya, dan juga dapat mempelajari bagaimana cara
mendekatkan diri kepada Allah SWT melalui ilmu tasawuf.
Tujuan
Penulisan
Selain untuk melengkapi nilai mata
kuliah akhlak tasawuf sebagai nilai dari Ujian Tengah Semester (UTS), penulis
juga bertujuan untuk lebih memahami makna dari akhlak dan juga mempelajari ilmu
tasawuf mengenai cara atau metode untuk berperilaku sholeh untuk lebih
mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Pentingnya
Membuat Laporan
Pentingnya membuat laporan hasil
bacaan adalah sehingga kami bisa mengerti lebih dalam dalam memahami buku
ini.Apabila suatu ketika ada hal yang mengharuskan kita berbicara seputar
akhlak maka kita dapat menjadikan laporan hasil bacaan ini sebagai referensi
kita.
Menariknya
Buku Ini
Buku ini sangat
cocok untuk kalangan mahasiswa, karena didalamnya membahas ilmu ilmu yang
sesuai dengan kejadian kejadian yang dialami mahasiswa pada saat ini.Sehingga membantu
mahasiswa dalam berakhlak dalam kehidupan sehari.
POKOK-POKOK
ISI BUKU
BAGIAN
1 AKHLAK
BAB I
Pengertian Akhlak
Secara Etimologi (bahasa), Aklhak
berarti budi pekerti, perilaku, atau tabiat seseorang. Kata “Akhlak” sendiri
berasal dari bahasa Arab yang merupakan jamak dari “Khuluqun”. Imam Al-Ghazali
berpendapat bahwa Akhalk ialah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yag
daripadanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak memerlukan pertimbangan
pikiran (lebih dahulu)”. Istilah lain yang sering digunakan di sampan kata
akhlak ialah etika. Etika berasal dari bahasa Yunani yaitu “Ethos” yang berarti
adat kebiasaan. Sementara pengertian etika menurut filsafat ialah ilmu yang
menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk denganmemperhatikan amal
perbuatan manusiasejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran. Dari beberapa
pengertian di atas, dapat dipungkiri bahwa akhlak adalah tabiat atau sifat
seseorang,yang mana, pada diri seseorang memiliki bermacam-macam sifat yang
tertanam dalam jiwa seseorang.ada tiga macam sifat yang tertera dalam jiwa
seseorang, diantaranya:
1. Marah
2. Sedih
3. Bahagia
Itu
semua termasuk sifat yang dimiliki seseorang, untuk mencapai suatu perasaan
dalam sifat menjadi menarik.
Adapun orang yang berakhlak semata-mata karena
ketakwaan kepada Tuhan dapat menghasilkan kebahagiaan, antara lain:
1. Mendapat tempat
yang baik di dalam masyarakat
2. Akan disenangi
orang dalam pergaulan
3. Akan dapat
terpelihara dari hukuman yang sifatnya manusiawi dan sebagai makhluk yang
diciptakan oleh Tuhan
4. Orang yang
bertakwa dan berakhlak mendapat pertolongan dan kemudahan dalam memperoleh
keluhuran, kecukupan dan sebutan yang baik
5. Jasa manusia
yang berakhlak mendapat
perlindungan dari segala ancaman, penderitaan
dan kesukaran
Orang
yang berakhlak akan mendapatkan Irsyad, taufiq dan hidayah. Apa pengertian dari
3 hal tersebut?
·
Irsyad :
Dapat membedakan antara amal yang baik dan amal yang buruk
·
Taufiq :
Perbuatan sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW dan dengan akal yang sehat
·
Hidayah :
Gemar melakukan yang baik dan terpuji sertamenghindari yang buruk
dantercela
BAB II
Garis Besar Perkembangan Pemikiran
Akhlak
ü Akhlak Periode
Yunani
Menurut
ahli-ahli filsafat Yunani, bahwa melakukan perbuatan baik ialah pengetahuan
atau kebijaksanaan. Sedang menurut agama Nasrani bahwa melakukan perbuatan baik
ialah cinta kepada Allah dan beriman kepada-Nya.
ü Akhlak Periode
Abad Pertengahan
Para ahli filsafat yang lahir pada masa ini
filsafatnya berupa campuran dari ajaran Yunani dan ajaran Nasrani. Di antara
mereka yang termasyhur adalah Abelard. Ia adalah seorang ahli filsafat Prancis
dan juga Thomas Aquinas, ahli filsafat dari bangsa Itali.
ü
Akhlak Periode Bangsa Arab
Tidak
banyak dari bangsa Arab yang menyelidiki akhlak berdasar ilmu pengetahuan
karena mereka telah merasa puas mengambil akhlak dari agama dan tidak merasa
butuh kepada penyelidikan ilmiah mengenai dasar baik dan buruk. Sebagian besar dari mereka berpendapat bahwa
agama menjadi dasar buku-buku yang ditulis dalam akhlak seperti yang terdapat
pada buku Al-Ghazali dan Al-Mawardi.
ü Akhlak Periode
Arab Modern
I.
Ahli filsafat Prancis yaitu Descartes pada
masa ini telah menciptakan dasar-dasar baru di antaranya:
Tidak menerima hal-hal yang belum diperiksa oleh akal
Tidak menerima hal-hal yang belum diperiksa oleh akal
II.
Dalam penyelidikan harus berawal dari hal yang
mudah lalu meningkat ke yang lebih
sulit untuk mencapai tujuan
III. Menetapkan sesuatu hukum bukan kepada
kebenaran, tetapi harus terdapat ujian didalamnya
BAB III
Baik dan Buruk
Dalam
ilmu akhlak kita berjumpa dengan istilah benar, salah, baik dan buruk. Berikut
pengertiannya:
1. Benar dan Salah
Pengetian Benar menurut etika ialah
hal-hal yang sesuai/cocok dengan peraturan-peraturan. Sementara pengertian
salah menurut Etika ialah hal-hal yang tidak sesuai dengan peraturan-peraturan
yang berlaku.
2. Baik dan Buruk
Pengertian baik menurut etika ialah sesuatu
yang berharga untuk sesuatu tujuan. Sementara yang buruk ialah sesuatu yang
menyebabkan tidak tercapainya suatu tujuan.
Ukuran
baik dan buruk dapat dilihat dari pengaruh adat kebiasaan, pada suatu waktu
orang berpendapat bahwa baik itu ialah yang sesuai dengan adat istiadat dan
buruk itu apa yang menyalahinya.Pada masa sekarang manusia dapat membenarkan
adat-istiadat semacam itu dan bahkan mengingkarinya. Bila adat istiadat itu banyak
salahnya, maka ukuran baik tidak terlihat adanya kebaikan, akan tetapi hanya
keburukan yang dihasilkan.
BAB IV
Aspek-Aspek yang Mempengaruhi Bentuk
Akhlak
1. Insting
Menurut James, insting ialah suatu
alat yang dapat menimbulkan perbuatanyang menyampaikan pada tujuan dengan
berpikirlebih dahulu kearah tujuan itu dan tidak didahului oleh perantara untuk
melakukan perbuatan itu. Insting merupakan jiwa pertama yang membentuk akhlak.
Oleh karena itu, sifat ini perlu dididik dengan menolak atau menerima suatu
perbuatan.
2. Pola Dasar
Turunan (Bawaan)
Sifat anak mewarisi sifat dari kedua
orang tua mereka,sama seperti yang dikatakan dalam pepatah arab
(mahfuzot),”buah jatuh tidak jauh dari pohonnya”.maksudnya adalah, bahwa sifat
orang tua akan diwaiskan pada anaknya. Akantetapi ada pula juga menjaga
kepribadiannya dengan beberapa sifat yang tertentu, dan tidak dicampuri oleh
kedua orang tuanya. Sifat yang membedakan tersebut ialah warna, perasaan, dan
akhlaknya. Sifat-sifat tertentu ini akan diwarisi oleh-orangg-orang yang akan
dating dengan dapat memelihara kepribadiannya.
3. Lingkungan
Lingkungan ada 2 macam yaitu alam dan
pergaulan
1) Lingkungan
positif-negativ
Yang
mana di dalam suatu lingkungan terdapat kebaikan (ibroh), dan ada pula yang
mencengkang,di situ pula seseorang dapat menentukan sikapnya masing-masing,
kepositifan ataukah kenegatifan.
2) Lingkungan
Pergaulan
Dengan
siapa seseorang bersosialisasi, berinteraksi dan beraktivitas dalam
kehidupannya akan mempengaruhi sifat seseorang. Jika ia tidak dapat
mengendalikan dirinya dari lingkungan tersebut, maka ia akan mudah terbawa ke
dalam pola kehidupan yang demikian.
4. Kebiasaan
Kebiasaan ialah perbuatan yang
diulang-ulang sehingga mudah dikerjakan bagi seseorang. Seperti kebiasaan
berjalan, berpakaian, mengajar, dan lain sebagainya.
5. Kehendak
Perbuatan hasil dari suatu kehendak
mengandung:
·
Perasaan
·
Keinginan
·
Perimbangan
·
Azam yang disebut dengan kehendak
6. Pendidikan
Pendidikan sangat besar pengaruhnya terhadap
perubahan akhlak seseorang. Semula, anak belum tahu perhitungan, setelah
memasuki dunia pendidikan, ia pun akan mengetahui. Kemudian dengan bekal ilmu
tersebut, ia akan memiliki wawasan yang luas dan diterapkan kepada tingkah laku
ekonomi. Sama halnya dengan apabila mereka diajarkan bersikap terhadap sesama
manusia dan pecipta-Nya, maka ia akan membentuk akhlak sesuai yang
diajarkannya.
BAB V
Kebebasan, Tanggung Jawab dan Hati
Nurani
1. Kebebasan
Perbuatan
seseorang akan bermakna apabila yang bersangkutan bertanggung jawab atas apa
yang ia lakukan dan yang tidak dilakukan. Dengan demikian, kebebasan tidak
dapat lepas dari tanggung jawab atas semua tingkah lakunya, sehingga menjadi
jelas bahwa orang yang dimintai tanggung jawab ialah orang yang berbuat sesuatu
dengan kebebasan yang dimiliki.
2. Tanggung Jawab
Allah berfirman dalam surat
Al-Qiyamah: 36, yang di dalamnya bermakna bahwa manusia dijadikan Allah dengan
dibekali alat yang sempurna dari makhluk lain. Tindakan dan perbuatannya akan
dihisab oleh Allah SWT baik itu besar atau kecil, baik ataupun buruk. Maka
manusia tidak boleh berbuat dengan sesuka hati, pikiran dan perasaan.Secara
tersirat zohir maupun batil, ayat di atas menghimbau kepada setiap manusia
untuk bertanggung jawab atas perbuatannya.
3. Hati Nurani
Suatu kekuatan yang berfungsi untuk
memperingatkan, dan mencegah dari perbuatan yang buruk, atau kekuatan yang
mendorong berbuat baik, perasaan tidak senang apabila telah berbuat jelek dan
menyesalinyamenunjukkan bahwa di dalam diri manusia terdapat hati nurani.
BAB VI
Hak, Kewajiban dan Keutamaan
1. Hak
Sesuatu
yang diterima setelah manusia diberatkan oleh kewajiban disebut hak.
Ada beberapa hak yang dimiliki oleh manusia
antara lain :
I.
Hak Hidup
II.
Hak Kemerdekaan
III.
Hak Memiliki
IV.
Hak Mendidik
V.
Hak Wanita
2. Kewajiban
Kewajiban
adalah suatu tindakan yang harus dilakukan bagi setiap manusia dalam memenuhi
hubungan sebagai makhluk individu, sosial dan makhluk Tuhan.
3.
Keutamaan
Keutamaan merupakan akhlak yang baik, Orang
utama ialah orang yang mempunyai akhlak yang baik yang membiasakan memilih
perbuatan yang sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh akhlak, sehingga
keutamaan merupakan sifat jiwa sedangkan kewajiban hanya sifat luar.
BAB VII
Akhlak Islami dalam Kaitannya
denganStatus Pribadi
1.
Sumber dan Ciri-ciri Akhlak Islam
Ciri-ciri
akhlak Islamiyah yaitu:
·
Kebajikan yang mutlak
·
Kebaikan yang menyeluruh
·
Kebajikan yang eksak (pasti)
·
kearifan
·
Kewajiban yang dipatuhi
·
kemantapan
·
Pengawasan yang menyeluruh
Akhlak Islami
mengatur dan membatasi kedudukan atau status pribadi manusia di antaranya
ialah:







2. Pribadi sebagai
Hamba Allah
Secara
moral manusiawi, manusia mempunyai kewajiban kepada Allah sebagai khaliknya
yang telah memberi kenikmatan yang tak terhitung jumlahnya,serta menjalankan
perintah-Nya serta mnjauhi segala larangan-Nya
3. Pribadi sebagai
Anak
Dunia
anak sangat penting untuk diberikan pendidikan, karena jika mereka tidak
mengenal akhlak, maka akan semakin banyak tindak kriminalitas yang terjadi.
4. Akhlak pada Ayah
dan Ibu
Ibu
dan Ayah adalah kedua orang tua yang amat besar jasanya untuk seorang anak, ibu
telah mengandung, melahirkan, menyusui dan merawatnya hingga dewasa sedangkan
ayah bekerja keras untuk mencari nafkah juga untuk kehidupan keluarganya.
5. Akhlak kepada
Anggota Masyarakat atau Jama’ah
“Kewajiban
seorang muslim terhadap muslim ada 6 yaitu: apabila engkau berjumpa dengannya maka
ucapkanlah salam kepadanya, apabila ia mengundang engkau, hendaklah engkau
menepatinya, apabila ia meminta nasihat kepada engkau hendaklah engkau
menasihatinya, apabila ia bersin kemudian ia mengucapkan hamdallah hendaklah
engkau ucapkan tasymith (yarhamukallah/yarhamukillah), apabila ia sakit,
hendaklah engkau menjenguknya, dan apabila ia meninggal dunia hendaklah
melayatnya dan mengantarkan kepemakamannya.” (HR. Bukhari)
6. Akhlak Da’i
Menurut
Jamaluddin Kafie, sebagai Da’i harus memiliki prinsip-prinsip kepemimpinan yang
baik yaitu:
1) Sifat terbuka
2) Berani berkorban
3) Aktif
berpartisipasi dalam masyarakat
4) Sanggup menjadi
pelopor dan perintis bagi kebajikan
5) Mengembangkan
sifat-sifat kooperatif, kemanusiaan dan toleransi serta kebijaksanaan dan
keadilan sosial
6) Tidak menjadi
parasite atau membebeani masyarakat
7) Percaya diri dan
yakin akan kebenaran yang dibawanya
8) Optimisme dan
tidak mudah putus asa
7. Akhlak Pemimpin
Pemimpin
harus mampu bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya, menurut Islam, semua
pemimpin akan dimintai pertanggugjawabannya. Pemimpin keluarga bertanggung
jawab atas kesejahteraan keluarganya, pemimpin Negara akan dimintai tanggung
jawab oleh rakyatnya dan lain sebagainya.
8. Akhlak Mahmudah
dan Mazmumah
Akhlak
Mahmudah merupakan sifat-sifat terpuji yang dimiliki oleh manusia, seperti
jujura, amanah, pemaaf, sabar, kuat dsb. Sedangkan Akhlak Mazmumah merupakan
sifat-sifat tercela manusia seperti egois, dusta, pemarah dengki dsb.
BAGIAN
2 TASAWUF
BAB I
Tasawuf
Secara Etimologi
(bahasa) kata Tasawuf berasal dari bahasa Arab yang berarti berbulu yang banyak
dengan maksud di dalamnya ialah menjadi sufi yang ciri khas pakaiannya selalu
terbuat dari bulu domba (wol). Sementara pengertian atau definisi dari tasawuf
dilihat dari segi istilah (terminologi) ialah melakukan ibadah kepada Allah
dengan cara-cara yang telah dirintis oleh Ulama Sufi yang disebutnya sebagai
suluk untuk mencapai suatu tujuan, yaitu ma’rifat kepada alam yang ghaib,
mendapatkan keridhaan Allah serta kebahagiaan di akhirat.
Pada hakikatnya,
tasawuf merupakan perpindahan sikap mental, keadaan jiwa dari suatu keadaan
kepada keadaan lain yang lebih baik, lebih tinggi dan lebih sempurna. Maka dari
itu tasawuf bertujuan untuk memperoleh suatu hubungan khusus dengan langsung
dari Tuhan . Hubungan yang dimaksud yaitu mempunyai makna dengan penuh
kesadaran bahwa manusia sedang berada di hadirat Tuhan. Kesadaran tersebut akan
menuju kontak komunikasi dan dialog antara ruh manusia dengan Tuhan. Orang yang
bertasawuf kepada Allah SWT dinamakan sufi.
BAB II
Mahabbah
Mahabbah
artinya cinta, yang dimaksud dengan cinta ialah cinta kepada Allah SWT.
Pengertian Mahabbah secara lebih luas lagi antara lain :
1.
Memeluk dan membenci sikap yang melawan pada
Tuhan
2.
Berserah diri kepada Tuhan
3.
Mnegosongkan perasaan di hati dari
segala-galanya
Dalam
ajaran tasawuf, Mahabbah dikaitkan dengan ajaran yang disampaikan oleh deorang
sufi wanita bernama Rabiah Al’Adawiah. Mahabbah adalah paham tasawuf yang
menekankan pada perasaan cinta kepada Tuhan. Tuhan bukanlah suatu zat yang
harus ditakuti, tapi sebaliknya sebagai zat yang harus didekati dan dicintai.
Untuk dapat mencintai dan mendekat Tuhan, maka seseorang harus banyak melakukan
peribadahan dan meninggalkan kesenangan duniawi.
BAB III
Ma’rifah
Secara bahasa, Ma’rifah berasal dari
kata “Al-Ma’rifah” yang bararti mengetahui sesuatu. Apabila dihubungkan dengan
pengamalan Tasawuf, maka istilah disini berarti mengenal Allah ketika sufi
mencapai suatu maqam dalam tasawuf.
Beberapa
tanda yang dimiliki oleh seorang sufi bila telah sampai kepada tingkatan
ma’rifah antara lain :
a.
Selalu memancar cahaya ma’rifah padanya dalam
sikap dan perilakunya, karena itu sifat wara selalu ada pada dirinya.
b.
Tidak menjadikan keputusan kepada sesuatu yang
berdsarkan fakta yang bersifat nyata, karena hal-hal yang nyata menurut
ajatan tasawuf belum tentu benar.
c.
Tidak menginginkan nimat Allah yang banyak
buat dirinya, karaena hal itu biasa membawanya kepada perbuatan yang haram.
Untu
mendapatkan suatu ma’rifah, kaum sufi harus melalui jalan yang sudah ditempuh
dengan mempergunakan suatu alat di antaranya:
b.
Ruh :
Fungsinya untuk dapat mencintai Tuhan
c.
Sir :
Fungsinya untuk melihat Tuhan
BAB IV
Fana dan Baqa
Fana berasal dari bahasa Arab yang
artinya hilang, atau hancur. Fana merupakan proses penghancuran diri bagi
seorang sufi untuk dapat bersatu dengan Tuhan. Sedangkan kata Baqa juga berasal
dari bahasa Arab yang berarti tetap atau terus hidup. Baqa adalah sifat yang
mengiringi dari proses fana dalam penghancuran diri untuk mencapai ma’rifah.
Perlu diketahui bahwa untuk mencapai ma’rifah, seotang sufi harus menghancurkan
diri terlebih dahulu. Proses penghancuran diri inilah dalam tasawuf berarti
fana yang diiringi oleh baqa.
Dalam pelambangan Tasawuf, yang
dipandang sevagai tokoh utama memunculkan persoalan fana dan baqa adalah Abu
Yazid Al Bustamilah. Salah satu pahamnya yang dianggap sebagai tumbulnya fana
dan baqa ialah “Aku tahu pada Tuhan
melalui diriku, hingga aku hancur, kemudian aku tahu padanya melalui dirinya,
maka akupun hidup.”.
Abu
Yazid ialah salah seorang sufi yang telah melewati Ma’rifah. Dia mencapai Fana
dan Baqa yang kemudian “Ittihad” bersatu dengan Tuhan. Dia wafat pada tahun 874
M.
BAB V
Ittihad dan Hulul
Ittihad
merupakan tingkatan tasawuf seorang sufi yang telah merasa dirinya bersatu
dengan Tuhan. Ittihad merupakan suatu tingkatan dimana yang mencintai telah
menjadi satu dengan yang dicintai. Kemudian mereka dapat memanggil satu sama
laindengan perkataan “Hai Aku”. Abu Nasr Al-Tusi di dalam bukunya yang berjudul
“Al-Luma” mengatakan bahwa Hulul ialah paham yang mengatakan bahwa Tuhan
memilih tubuh-tubuh manusia tertentu untuk mengambil tempat di dalamnya,
setelah sifat-sifat kemanusiaan yang ada dalam tubuh itu dilenyapkan. Sedangkan
menurut Al-Hallaj, Allah memiliki dua sifat ketuhanan yaitu “Lahut” dan
kemanusiaan “Nasut”
Penyebar
dan pembawa ajaran Ittihad dalam tasawuf ialah Abu Yazid Al- Bustam. Ia lahir
di Bistam, Persia pada tahun 874 M dan meninggal dalam usia 73 tahun. Dalam
masa hidupnya ia senantiasa ingin dekat dengan Tuhan. Ia memberi jalan
bagaimana supaya dapat dekat dengan Tuhan. Dia menjelaskan suatu malam dia
bermimpi dengan berkata “Tuhanku, apa
jalannya untuk sampai kepada-Mu? Dia menjawab, Tinggalkan dirimu dan datanglah”.
Setelah mengetahui proses pendekatan diri
kepada Allah, melalui fana ia meninggalkan dirinya kepada Tuhan. Keberadaan
dirinya dapat dilihat dari syatahat yang diucapkan, “Aku tidak heran melihat cintaku padaMu karena aku hanyalah hamba yang
hina, tetapi aku heran melihat cintaMu padaku, karena engkau adalah raja
mahakuasa”. Itulah ucapan yang dikeluarkan oleh seorang sufi pada permukaan
ia berada di gerbang pintu Ittihad.
BAB VI
Wahdah Al-Wujud
dan Insan Kamil
Kata
Wahdah Al Wujud berarti kesatuan wujud. Pokok persoalan dari Wahdah Al wujud
ialah bahwa yang sebenarnya behak mempunyai wujud adalah satu yaitu Tuhan dan
wujud selain dari tuhan ialah wujud bayangan. Sedangkan Insan Kamil berarti
manusia yang sempurna, yang dimaksud dengan sempurna ialah sempurna dalam
hidupnya. Umat Islam sepakat bahwa di antara manusia, Nabi Muhammad SAW ialah
manusia yang paling sempurna. Selama hayatnya, segenap perikehidupan beliau
menjadi tumpuan perhatian masyarakat, karena segala sifat terpuji terhimpun
dalam dirinya, bahkan beliau merupakan lautan budi yang tidak pernah kering
airnya.
BAB VI
Tariqat
Kata
Tariqat berasal dari kata At-Tariq (jalan) menuju kepada hakikat, atau dengan
kata lain pengamalan syariat yang disebut “Al-Jara” atau “Al-Amal”. As Syeikh
Muhammad Ami Al-Murdiy mengemukakan pendapat mengenai definisi dari Tariqat
antara lain bahwa Tariqat ialah menjauhi larangan dan melakukan perintah Tuhan
sesuai dengan kesanggupannya, baik larangan dan perintah yang nyata maupun yang
tidak (batin). Dari pengertian Tariqat tersebut, maka Tariqat itu dapat dilihat
dari dua sisi yaitu amaliyah dan perkumpulan atau organisasi. Sisi amaliyah
merupakan latihan kejiwaan (kerohanian) baik yang dilakukan oleh seseorang,
maupun secara bersama-sama, dengan melalui aturan-aturan tertentu untuk
mencapai suatu tingkatan kerohanian yang disebut “Al-Maqamat” dan “Al-Ahwal”,
meskipun kedua istilah ini ada segi perbedaannya. Latihan kerohanian itu sering juga disebut dengan “suluk” maka
pengertian tariqat dan suluk itu sama bila dilihat dari segi amalannya. Namun
jika dilihat dari segi perkumpulannya (organisasi) tentu saja pengertian
tariqat dan suluk tidak sama.
MANFAAT BUKU
Manfaat
buku ini bagi penulis ialah
1.
Mendapatkan ilmu mengenai sifat yang
terkandung dalam jiwa manusia (Akhlak)
2.
Memperoleh pengetahuan mengenai sejarah
perkembangan pemikiran Akhlak
3.
Mengetahui hak dan kewajiban manusia sebagai
pribadi, masyarakat dan sebagai makhluk
Allah SWT serta dapat membedakannya.
4.
Mengetahui Akhlak yang harus terkandung dalam
jiwa Da’i dan Pemimpin
5.
Mengetahui apa saja yang termasuk dalam akhlak Mahmudah dan akhlak mazmumah
6.
Mendapatkan ilmu mengenai cara-cara
mendekatkan diri kepada Allah SWT (Tasawuf)
7.
Berusaha mempraktekkan ilmu yang di dapat
dalam kehidupan sehari-hari
KOMENTAR KRITIS
Sebenarnya
buku ini sudah mendekati sempurna, namun ada beberapa kekurangan yaitu cover
yang kurang menarik da nada beberapa bahasa atau istilah yang terlalu sulit
dimengerti pembaca.Baiknya pengarang menggunakan bahasa yang mudah dimengerti
oleh pembaca.
KESIMPULAN
Bahwasannya
banyak cara yang kita dapat pelajari dalm ilmu tasawwuf, bermacam-macam akhlak
atau sifat yang ada pada diri sesorang, dalam pembahasan kali ini kita
dapat banyak mengambil kesimpulan yang
mutlak, di setiap manusia pasti memiliki keterkaitan yang mengan dung
akhlak,kita diwajibkan untuk mendambakan serta meneladani sikap tersebut sama
seperti para suffi,yang mana kebanyakan para suffi memiliki aklak tasawwuf
salah satunya dengan mengingat Allah SWT.
Kita
juga sebagai umat nabi Muhammad SAW harus meneladani sifat beliau,karena berkat
beliaulah kita menjadi umat yang sejahterah, dan harus saling bekerja sama
dengan agama yang lain.
ne ini cukup kan
BalasHapus