Bab I
IJMA’
A. Pengertian Ijma’
a. Menurut Bahasa
Definisi Ijma’ menurut
bahasa terbagi menjadi dua arti :
1. Bermaksud
atau berniat, Sebagaimana firman Allah dalam al-qur’an surat yunus ayat 71 :
Artinya :
“dan bacakanlah kepada
merekaberita tentang nuh diwaktu dia berkata ada kaumnya, “hai kamumku, jika
terasa berat bagimu tinggal (bersamaku) dan peringatanku (kepadamu) dengan
ayat-ayat allah, maka kepada allah-lah aku betawakal, karena itu bulatkanlah
keputusanmu (kumpulkanlah) sekutu-sekutumu (untuk membinasakannya). Kemudian
janganlah keputusanmu itu dirahasiakan. Lalu lakukanlah terhadap diriku, dan
janganlah kamu member tangguh kepadaku”.
Maksudnya, semua
pengikut nabi nuh dan teman-temannya harus mengikuti jalan yang beliau tempuh.
Seperti hadis rosulullah SAW: “barang siapa yang belum berniat untuk berpuasa
sebelum fajar, maka puasanya tidak sah”.[1]
1.
Kesepakan terhadap sesuatu. Yakni mereka
bersepakat terhadap rencana tersebut.
Bersepakat bisa
dilakukan orang banyak, dan hanya bisa
dilakukan oleh dua orang atau lebih, Karena tidak mungkin seseorang bersepakat
dengan dirinya.
b. Ijma’ menurut istilah
Para ulama ushul
berbeda pendapat dalam mendefinisikan ijma’ menurut istilah, diantaranya :
1.
Pengarang kitab fushulul bada’I
berpendapat bahwa ijma’ adalah kesepakatan semua mujtahid dari ijm umat
Muhammad SAW. Dalam suatu masa setelah beliau wafat terhadap hukum Syara’.
2.
Pengarang kitab tahrir, berpendapat
bahwa Ijma’ adalah kesepakatan mujtahid suatu masa dari ijma’ Muhammad SAW
terhadap masalah syara’.
Sedangkan Mujtahid[2]
itu sendiri mengandung arti orang islam yang balig, berakal mempunyai sifat
terpuji dan mampu meng-istinbath hukum dari sumbernya[r1] .
[1]
Syafe’I
Rahmat,Ilmu Ushulul Fiqih, Bandung,
CV Pustaka Setia, 1999.
[2]
Prof. DR. Rachmat Syafe’i, MA. Ilmu Ushul Fiqih, (bandung : CV PUSTAKA SETIA :
2010), halaman 70
[r1]USHUL
FIQIH
Tidak ada komentar:
Posting Komentar